Gelombang Suara: Putusan PN Sampit Dinilai Menghilangkan Marwah Hukum Adat

potret kalteng 07 Mei 2025, 19:28:02 WIB Sampit
Gelombang Suara: Putusan PN Sampit Dinilai Menghilangkan Marwah Hukum Adat

Keterangan Gambar : Foto Advokat muda Daniel Olan G., S.H.,


PALANGKA RAYA, POTRETKALTENG.COM — Putusan Pengadilan Negeri (PN) Sampit yang menggugurkan keputusan Majelis Kerapatan Mantir Perdamaian Adat Kecamatan Tualan Hulu No. 01/DKA-TH/PTS/V/2024 tanggal 2 Mei 2024, memicu gelombang kritik dari berbagai pihak. Keputusan itu dinilai mencederai martabat hukum adat yang telah lama hidup dan diakui dalam sistem hukum nasional, khususnya Pasal 18B ayat (2) UUD 1945.


Advokat muda Daniel Olan G., S.H., turut angkat bicara. Ia menyayangkan langkah PN Sampit yang dinilainya tidak mengindahkan eksistensi hukum adat sebagai bagian dari sistem hukum yang diakui negara.

Baca Lainnya :


"Iya, sangat disayangkan ya. Karena ini secara tidak langsung merendahkan marwah hukum adat itu sendiri," ujarnya tegas saat dimintai tanggapan.


Daniel menjelaskan bahwa konstitusi secara eksplisit mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Ia menilai, putusan yang lahir dari forum kerapatan adat mestinya dihormati dan tidak bisa digugurkan begitu saja oleh lembaga peradilan negara, kecuali ada pelanggaran berat terhadap kaidah hukum.


"Artinya, segala bentuk keputusan dalam putusan kerapatan adat itu sudah berkekuatan hukum tetap. Kecuali ada yang bertentangan secara serius dengan prinsip hukum, barulah pengadilan dapat melakukan pemeriksaan ulang, bukan serta-merta menggugurkannya," jelasnya.


Lebih lanjut, Daniel juga menyoroti pentingnya keberadaan lembaga adat yang menjalankan fungsi sesuai dengan peraturan daerah. Ia menyebut keberadaan Perda Kalteng No. 1 Tahun 2010 tentang Kelembagaan Adat dan Perda No. 2 Tahun 2024 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat Dayak sebagai penguat legitimasi hukum adat di wilayah Kalimantan Tengah.


“Kalau lembaga adat itu bekerja berdasarkan perda, maka jelas ada dasar legal yang memperkuat posisi dan keputusannya. Ini bukan hanya soal adat semata, tapi juga soal pengakuan negara yang telah dituangkan dalam bentuk regulasi,” tandasnya.


Persoalan ini menjadi sorotan publik dan memunculkan pertanyaan tentang bagaimana harmoni antara hukum negara dan hukum adat dapat dijaga, tanpa saling menegasikan satu sama lain.

ET







+ Indexs Berita

Berita Utama

Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment