Sudah Merdeka Kah Kita? Suatu Catatan Dalam 79 Tahun Kemerdekaan Indonesia

Potret Kalteng 19 Agu 2024, 10:27:58 WIB Opini
Sudah Merdeka Kah Kita? Suatu Catatan Dalam 79 Tahun Kemerdekaan Indonesia

Keterangan Gambar : Foto : Dr.(can) Rico Septian Noor, S.H, M.H


OPINI - PALANGKA RAYA - Tepat pada tanggal 17 Agustus 2024 lalu, Indonesia sudah genap berusia 79 Tahun. 79 tahun silam tepatnya di tanggal 17 Agustus 1945 tinta sejarah bangsa telah menorehkan kebebasan Ibu pertiwi ini dari jeratan era kolonialisme. 


79 Tahun tentu usia yang tidak lagi muda dalam perjalanan panjang sebuah Negara yang telah menghasilkan berbagai praktik baik dari berbagai bidang, namun dibalik kemerdekaan selama 79 Tahun tersebut tentu masih banyak pula fakta catatan evaluative yang menjadi pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia ke depan, sebab apabila tidak diperbaiki, maka dapat mereduksi esensi Kemerdekaan itu.

Baca Lainnya :


Catatan pertama penulisan ini bermula ketika penulis membaca berita di media massa, CNN Indonesia pada tanggal 14 Agustus 2024 (tepat tiga hari sebelum hari peringatan kemerdekaan Indonesia), dimana tajuknya adalah “Badai PHK Makin menggila, 44.195 Buruh sudah menjadi korban”, isinya secara umum menyatakan bahwa sampai pertengahan bulan Agustus ini saja telah terjadi 44.195 pemutusan hubungan kerja dan data ini jauh melesat dari data di bulan Januari-Juni 2024 lalu dimana terdapat PHK sebanyak 32.064 orang. 


Jumlah ini bahkan diperkirakan faktanya dua kali lipat lebih besar karena banyak perusahaan bahkan tidak melaporkan jumlah pekerjanya yang di PHK, sebagaimana dikatakan oleh Aktivis Buruh Nasional Mirah Sumirat. 


Sejalan dengan hal itu Detikfinance juga memberitakan banyaknya warga kelas menengah di Indonesia yang diproyeksi akan turun kasta, sebab mereka telah kehabisan dana dan tabungannya yang berujung pada akan bertambahnya jumlah masyarakat miskin di Indonesia.


Hal ini ternyata berkelindan pula dengan data dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/ IMF) yang menyebut bahwa per bulan April 2024 lalu, Indonesia berada pada level rawan dari sisi jumlah pengangguran dibanding negara ASEAN lainnya, Indonesia bahkan menempati posisi pertama pengangguran terbanyak di bawah Negara Filipina, Brunei Darussalam, Malaysia, Vietnam, Singapura dan Thailand.  


Data menarik lainnya bahwa jumlah Penduduk Miskin di Indonesia per bulan Maret 2024 sebanyak 25,22 juta orang atau dikatakan setara dengan 9,03 % dari jumlah penduduk di Indonesia. Jika dilihat data Tahun 2023 lalu dimana posisi Indonesia masih berada pada Midlle Level dimana Indonesia sebagai bagian dari daftar Negara miskin di ASEAN.


Ini artinya Indonesia masih harus menyelesaikan berbagai persoalan pengangguran dan kemiskinan ini. Namun menariknya jika dibandingkan pada sisi lainnya, ada pula berita yang menyorot mengenai upacara kemerdekaan di Ibukota Nusantara (IKN) bahkan diperkirakan menghabiskan anggaran Negara sebesar 87 milyar. 


Suatu nilai fantastis dan terlihat kontradiktif dengan fakta jumlah hutang luar Negeri yang semakin bertambah dan masih masifnya berbagai persoalan termasuk kemiskinan dan pengangguran di Indonesia tersebut.


Catatan lainnya dari sisi Penegakan Hukum dimana data Tahun 2023 lalu saja Indeks Pembangunan Hukum Indonesia dikatakan masih stagnan dibanding tahun sebelumnya dan menempatkan Indonesia pada peringkat ke 66 dari 142 Negara, bahkan menurut Kompas selama 7 Tahun terakhir sejak 2015 lalu, indeks negara hukum Indonesia terus stagnan yang berarti tidak ada perubahan penting dalam perbaikan elemen hukum di Indonesia. 


Hal ini mungkin beralasan jika melihat berbagai fakta kasus hukum yang terjadi misalnya korupsi yang makin merajalela, bahkan menjerat sekaliber Hakim Agung (puncak Keadilan), juga persoalan hukum yang menjerat internal pimpinan Lembaga anti rasuah KPK sendiri, sampai dengan fakta memprihatinkan berbagai bentuk diskriminasi, kriminalisasi serta sulitnya akses keadilan didapatkan oleh masyarakat di tingkat bawah sampai berkembangnya slogan di masyarakat bahwa keadilan akan hadir ketika diviralkan terlebih dahulu “No Viral No Justice.”


Catatan di bidang Pendidikan misalnya, jika dilihat faktanya masih banyak warga negara yang belum dapat mengenyam Pendidikan secara baik dan layak, ambil contoh banyak sekolah yang masih rusak dan siswa yang harus bersekolah berjalan kaki berpuluh kilometer untuk mengakses pendidikan, padahal hak ini merupakan Amanah mendasar sejak Negara ini memproklamirkan kemerdekaannya yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD Tahun 1945, persoalan Pendidikan dalam hal ini  dapat pula merujuk data YLBHI terkait catatan persoalan Pendidikan di Indonesia yaitu, semakin mahalnya biaya Pendidikan, bahkan menurut survey HSBC, Indonesia termasuk 15 besar Negara dengan biaya Pendidikan termahal, padahal faktanya Konstitusi kita telah mengamanatkan (mandatory spending) minimal 20% APBN dan APBD dialokasikan bagi Pendidikan ini, selanjutnay minimnya kesejahteraan para Guru dan Dosen, termasuk para honorer yang sampai saat ini masih terus memperjuangkan nasibnya untuk mendapatkan keadilan, kemudian korupsi di bidang Pendidikan, minimnya Meaningfull Participation dalam perumusan kebijakan Pendidikan, berbagai politisasi Pendidikan dan ancaman pada kebebasan akademik seperti contoh yang terjadi pada seorang Dosen Universitas Airlangga di Surabaya yang dicopot jabatannya akibat memprotes kebijakan datangnya Dokter asing di Indonesia, berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkup Pendidikan termasuk di lingkup Pendidikan berbasis agama, dan terakhir terkait rendahnya kualitas Pendidikan yang juga sejalan dengan hasil survei yang dilakukan  Program for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2022 lalu, dimana Indonesia masih berada pada posisi 10 terbawah dalam kategori literasi membaca.


Di bidang Kesehatan misalnya jika mengutip hasil riset dari The Indonesian Institute yang mencatat bahwa ada 3 persoalan penting yang menjadi catatan dalam bidang Kesehatan di Indonesia, seperti misalnya belum merata dan memadainya  infrastruktur Kesehatan yang ditandai dengan masih tersebarnya pusat pelayanan Kesehatan hanya di perkotaan dan belum menjangkau keseluruhan wilayah Indonesia, hal ini dapat dilihat gambaran masih sulitnya akses Kesehatan bagi masyarakat di berbagai daerah, distribusi tenaga Kesehatan yang juga belum merata dengan melihat fakta masih minimnya tenaga Kesehatan di berbagai wilayah dan pelosok tanah air, dan terakhir di bidang pendanaan bidang Kesehatan yang masih minim dianggarkan oleh Pemerintah.


Beberapa gambaran tersebut mungkin tidak dapat memotret keseluruhan persoalan di Negara ini, namun beberapa catatan Evaluatif tersebut hendaknya dapat menjawab pertanyaan kita Bersama, Sudah Merdeka kah Kita???Sehingga hal ini dapat menjadi upaya reflektif kita bersama untuk dapat membuka mata, hati dan pikiran kita dalam memaknai esensi “Merdeka” yang ternyata belum sepenuhnya dapat kita rasakan, karena hakikatnya esensi penting Merdeka adalah bagaimana semua warga Negara dapat hidup dengan baik dan layak, dapat menghirup udara bebas tanpa polusi asap pabrik dan perusahaan, dapat minum air yang bersih tanpa tercemar limbah, dapat berpijak dan menancapkan tiang bendera di tanah -tanah milik mereka sendiri, dan bagaimana rakyat dapat merasakan berbagai keadilan sebagaimana tujuan mulia dari para pendiri bangsa (Founding Father), tertuang dengan jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bahkan selalu dibacakan setiap Tahunnya pada Tanggal 17 Agustus saat upacara kemerdekaan.


Tentu saja kita tidak ingin seremonial kemerdekaan setiap tahunnya tersebut hanya sekedar menjadi seremonial belaka (euphoria semu) tanpa esensi bermakna, namun hendaknya tujuan utama dari pengejawantahan kedaulatan rakyat atas Negara ini sebagai wujud Kemerdekaan yang hakiki dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali (No one leave behind). DIRGAHAYU 79 TAHUN INDONESIAKU. MERDEKA.


Oleh : Rico Septian Noor

 







+ Indexs Berita

Berita Utama

Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment