Menyikapi Kebijakan Pemerintah Terhadap Tarif PPN Yang Naik Hingga Mencapai 11% Di Indonesia
Penulis : Indah Restuati (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya)

potret kalteng 24 Mar 2022, 23:59:32 WIB Opini
Menyikapi Kebijakan Pemerintah Terhadap Tarif PPN Yang Naik Hingga Mencapai 11% Di Indonesia

Keterangan Gambar : Indah Restuati (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya)


Banyaknya berita mengenai kebijakan pemerintah melalui Direktorat Jendral Kementrian Keuangan telah menegaskan  meningkatnya tarif PPN yang mencapai 11 persen yang mana pada saat ini PPN masih bertahan pada 10 persen, peningkatan tersebut akan berlaku pada 1 April 2022 mendatang. Penegasan tersebut telah tertera dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai sebelumnya, yang mana tarif PPN telah ditetapkan sebesar 10 persen. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan terdapat perubahan peraturan perpajakan, yaitu perubahan tarif PPN.

Dengan meningkatnya tarif PPN yang mencapai 11% adalah rencana pemerintah guna untuk menambah pundi-pundi dari penerimaan negara karena pada dasarnya pajak merupakan bentuk gotong royong masyarakat dalam sisi ekonomi Indonesia. Pajak sendiri akan dikumpulkan dan digunakan kembali kepada masyarakat Indonesia. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan tarif PPN mengalami peningkatan yang mencapai 11 persen pada 1 April 2022 mendatang. Kemudian tarif tersebut akan meningkat kembali menjadi 12 persen dan paling lambat diperkirakan berlaku pada tahun 2025 mendatang. Batasan terendah dari tarif PPN adalah 5 persen dan paling tinggi sebesar 15 persen.

Sebagai contoh terdapat komoditas atau objek pengenaan PPN barang atau jasa yang mencakup Pajak Pertambahan Nilai antara lain : penyerahan barang kena pajak, jasa kena pajak, impor barang kena pajak, ekspor barang kena pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor jasa pajak oleh pengusaha kena pajak. Akan tetapi, masih dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang telah di sahkan, terdapat beberapa komoditas yang dikeluarkan dari daftar pengecualian PPN (negative list) antara lain : kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial.

Baca Lainnya :

Seperti yang penulis kutip diatas terdapat empat sektor dari daftar pengecualian PPN ternyata malah menuai kontroversi. Masyarakat sendiri menilai keempat komoditas tersebut merupakan konsumsi pokok, yang mana tak seharusnya dikeluarkan dari negative list. Meskipun demikian, kebijakan pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan telah menegaskan bahwa terkhusus untuk masyarakat dengan penghasilan menengah dan kecil tidak perlu membayar konsumsi layanan sosial, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan kebutuhan pokok

Menyikapi hal tersebut penulis memahami untuk saat ini kalangan masyarakat bahkan dunia usaha sedang berada dalam fase pemulihan ekonomi. Namun, jika kita melihat kebijakan pemerintah tersebut bertujuan untuk membangun pondasi perpajakan yang lebih kuat lagi. Maka upaya tersebut seharusnya juga di dukung oleh seluruh kalangan masyarakat guna berkontribusi dalam membangun pondasi pajak Indonesia yang kuat. Mengingat juga Indonesia selama masa pandemi covid-19 APBN menjadi instrumen utama yang bekerja untuk masyarakat, sehingga dengan meningkatkan tarif PPN yang mencapai 11 persen diharapkan mampu untuk menyehatkan kembali APBN sehingga seluruh sektor yang dibutuhkan dalam masyarakat akan dibangun setahap demi setahap dengan pondasi pajak yang kuat.







+ Indexs Berita

Berita Utama

Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment